Selasa, 19 Juli 2011

PENGERTIAN MANAJEMEN RISIKO

Istilah (risk) risiko memiliki berbagai definisi. Risiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. [3] Vaughan (1978) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut:
- Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian).
Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. Sebagian penulis menolak definisi ini karena terdapat perbedaan antara tingkat risiko dengan tingkat kerugian. Dalam hal chance of loss 100%, berarti kerugian adalah pasti sehingga risiko tidak ada.
- Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian).
Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Namun, definisi ini kurang cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif.
- Risk is uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian).
Uncertainty dapat bersifat subjective dan objective. Subjective uncertainty merupakan penilaian individu terhadap situasi risiko yang didasarkan pada pengetahuan dan sikap individu yang bersangkutan. Objective uncertainty akan dijelaskan pada dua definisi risiko berikut.
- Risk is the dispersion of actual from expected results (Risiko merupakan penyebaran hasil aktual dari hasil yang diharapkan).
Ahli statistik mendefinisikan risiko sebagai derajat penyimpangan sesuatu nilai disekitar suatu posisi sentral atau di sekitar titik rata-rata.
- Risk is the probability of any outcome different from the one expected (Risiko adalah probabilitas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan). Menurut definisi di atas, risiko bukan probabilita dari suatu kejadian tunggal, tetapi probabilita dari beberapa outcome yang berbeda dari yang diharapkan.
Dari berbagai definisi diatas, risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau tidak terduga. Dengan kata lain, kemungkinan itu sudah menunjukkan adanya ketidakpastian.
Risiko dapat terjadi pada pelayanan, kinerja, dan reputasi dari institusi yang bersangkutan. Risiko yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kejadian alam, operasional, manusia, politik, teknologi, pegawai, keuangan, hukum, dan manajemen dari organisasi.
Suatu risiko yang terjadi dapat berasal dari risiko lainnya, dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Risiko rendahnya kinerja suatu instansi berasal dari risiko rendahnya mutu pelayanan kepada publik. Risiko terakhir disebabkan oleh faktor-faktor sumber daya manusia yang dimiliki organisasi dan operasional seperti keterbatan fasilitas kantor. Risiko yang terjadi akan berdampak pada tidak tercapainya misi dan tujuan dari instansi tersebut, dan timbulnya ketidakpercayaan dari publik.
Risiko diyakini tidak dapat dihindari. Berkenaan dengan sektor publik yang menuntut transparansi dan peningkatan kinerja dengan dana yang terbatas, risiko yang dihadapi instansi Pemerintah akan semakin bertambah dan meningkat. Oleh karenanya, pemahaman terhadap risiko menjadi keniscayaan untuk dapat menentukan prioritas strategi dan program dalam pencapaian tujuan organisasi.
Risiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen risiko. Peran dari manajemen risiko diharapkan dapat mengantisipasi lingkungan cepat berubah, mengembangkan corporate governance, mengoptimalkan penyusunan strategic management, mengamankan sumber daya dan asset yang dimiliki organisasi, dan mengurangi reactive decision making dari manajemen puncak.
Menurut COSO, risk management (manajemen resiko) dapat diartikan sebagai ‘a process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite, and provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives.’ [4] Definisi risk management di atas dapat dijabarkan lebih lanjut berdasarkan kata-kata kunci sebagai berikut:
- On going process
Risk management dilaksanakan secara terus menerus dan dimonitor secara berkala. Risk management bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan sesekali (one time event).
- Effected by people
Risk management ditentukan oleh pihak-pihak yang berada di lingkungan organisasi. Untuk lingkungan institusi Pemerintah, risk management dirumuskan oleh pimpinan dan pegawai institusi/departemen yang bersangkutan.
- Applied in strategy setting
Risk management telah disusun sejak dari perumusan strategi organisasi oleh manajemen puncak organisasi. Dengan penggunaan risk management, strategi yang disiapkan disesuaikan dengan risiko yang dihadapi oleh masing-masing bagian/unit dari organisasi.
- Applied across the enterprise
Strategi yang telah dipilih berdasarkan risk management diaplikasikan dalam kegiatan operasional, dan mencakup seluruh bagian/unit pada organisasi. Mengingat risiko masing-masing bagian berbeda, maka penerapan risk management berdasarkan penentuan risiko oleh masing-masing bagian.
- Designed to identify potential events
Risk management dirancang untuk mengidentifikasi kejadian atau keadaan yang secara potensial menyebabkan terganggunya pencapaian tujuan organisasi.
- Provide reasonable assurance
Risiko yang dikelola dengan tepat dan wajar akan menyediakan jaminan bahwa kegiatan dan pelayanan oleh organisasi dapat berlangsung secara optimal.
- Geared to achieve objectives
Risk management diharapkan dapat menjadi pedoman bagi organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.




Gambar 1. Risiko dan Tujuan Organisasi 

Sebagaimana dijelaskan pada Gambar 1, risiko terjadi pada unit-unit dari suatu organisasi berkenaan dengan aktivitas dari masing-masing unit. Risiko terdapat pada tindakan manajemen dalam memamfaatkan sumber daya yang dimiliki (asset) dan proses operasi berikut aktivitas pengendalian yang ada. Risiko-risiko kritis dan signifikan yang tidak tertangani akan berdampak pada pencapaian tujuan-tujuan dari setiap unit. Kegagalan pencapaian tujuan pada unit akan berpengaruh langsung pada tidak terpenuhinya tujuan organisasi.


Setiap organisasi, baik pemerintah maupun swasta, tidak rentan terhadap risiko. Banyak faktor penyebab terjadinya risiko baik yang berasal dari internal perusahaan maupun lingkungan eksternal. IIA mengemukakan secara detail penentuan prioritas faktor risiko sebagaimana disajikan pada Gambar 2.

HSE

HSE (Health, Safety, Environment,) atau di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment). Semua itu adalah suatu Departemen atau bagian dari Struktur Organisasi Perusahaan yang mempunyai fungsi pokok terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) mulai dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penerapan dan Pengawasan serta Pelaporannya. Sementara, di Perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam ditambah dengan peran terhadap Lingkungan (Lindungan Lingkungan).

Membicarakan HSE bukan sekedar mengetengahkan Issue seputar Hak dan Kewajiban, tetapi juga berdasarkan Output, yaitu korelasinya terhadap Produktivitas Keryawan. Belum lagi antisipasi kecelakaan kerja apabila terjadi Kasus karena kesalahan prosedur ataupun kesalahan pekerja itu sendiri (naas).

Dasar Hukum
Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai K3 yaitu:
Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan, Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:
Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,
Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
Adanya bahaya kerja di tempat itu.
Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun (usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin lainnya).
Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara (lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.
Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”
Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Perusahaan.”
Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3. Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di Inggris.

kecelakaan kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi ketika berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja daan pulang ke rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan kerja merupakan resiko yang harus dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama, yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.
Hubungan kerja atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup dua permasalahan pokok, yakni:
  • Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan.
  • Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan–kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transportasi ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja.

Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi dua, yakni:
  • Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia), yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya: karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang ada, 85% dari kecelakaan yang terjadi disebabkan karena faktor manusia ini.
  • Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau “unsafety condition”, misalnya: lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang terbuka, dan sebagainya.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:

A. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan
  • Terjatuh
  • Tertimpa benda
  • Tertumbuk atau terkena benda-benda
  • Terjepit oleh benda
  • Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
  • Pengaruh suhu tinggi
  • Terkena arus listrik
  • Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi
B. Klasifikasi menurut penyebab
  • Mesin, misalnya: mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu, dan sebagainya.
  • Alat angkut, misalnya: alat angkut darat, udara, dan alat angkut air.
  • Peralatan lain, misalnya : dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
  • Bahan-bahan, zat-zat, dan radiasi, misalya : bahan peledak, gas, zat-zat kimia, dan sebagainya.
  • Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah).
  • Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.
C. Klasifikasi menurut luka atau kelainan
  • Patah tulang
  • Dislokasi (keseleo)
  • Regang otot (urat)
  • Memar dan luka dalam yang lain
  • Amputasi
  • Luka di permukaan
  • Gegar dan remuk
  • Luka bakar
  • Keracunan-keracunan mendadak
  • Pengaruh radiasi
  • Lain-lain
D. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh
  • Kepala
  • Leher
  • Badan
  • Anggota atas
  • Anggota bawah
  • Banyak tempat
  • Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak, karena pada kenyataannya kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya satu faktor, tetapi banyak faktor.

How can risk be characterised?

The characterisation of risk has both quantitative and qualitative components to it. These will be described separately.
It should be clear from the above that the type of a hazard and the adverse outcome associated with it is an important qualitative feature of "risk". Thus a specified probability of developing eczema/dermatitis (an inflammation of the skin) would be considered a lesser 'risk' than an identical probability of developing melanoma ( a particularly nasty cancer of the skin).
However, one needs to look more closely to be able to characterise "risk", as distinct from simply `hazard'.
It is clear that the degree of exposure is a very important determinant of risk. Thus as exemplified above, a low exposure to something that is highly hazardous, may result in a low risk. Conversely a high exposure to something of incredibly low hazard may result in a moderate or even high risk therefore every reasonable attempt must be made to attempt quantify and exposure (e.g. to noise, to a specified dust or to radiation) in order to then proceed to attribute a measure at risk to it.
The probability of an adverse outcome i.e. the likelihood of a certain risk can be expressed in various ways. This aspect is so important that it deserves its own section further down.
One must not forget that often statements about causation are made which depend on certain assumptions. Clearly when an assumption about causation is wrong then any associated measure of risk, however accurate numerically, may still even misleading information if it implies that the likelihood of a certain unwanted outcome e.g. cancer, asthma, is specifically and undoubtedly caused by the stated exposure to a defined hazard e.g. particulate chemical dust or vapour.
Therefore statements about risk must also be guided by indication of the uncertainty that may be associated with them. You may wish to find out more about critical appraisal of published literature, for example.
One may wish to know what steps have contributed to a particular risk being so high and/or what steps can be taken to reduce the risk, for example to control the risks from occupational exposures. The cost of these risk reduction measures and their benefits also need to be considered.
Last and not least risk can be perceived by people in different ways. This too is such an important subject that it deserves a section of its own, hereunder.
Risk and the quantification of probability. 
The following account is intentionally simplified. In order to achieve this, "a few corners have been cut". Let us consider the risk to a man dying of lung cancer in any one year, and relate it to moderate and heavy smoking.
Let us assume the following statistics based on a 100,000 men in any one year .......
      If all of these men were non-smokers, one could assume that say 10 of them would die of lung cancer. If all of these men were moderate smokers, let us assume that 100 of them would die of lung cancer in that one year If all of them were heavy smokers let us assume that 200 of them would die of lung cancer in any one year. The absolute risk of dying of lung cancer in moderate smokers would be of 100 men per 100,000 men per year. However 10 men per 100,000 per year would have died even if they hadn't smoked. Therefore the attributable risk in relation to moderate smoking is 90 per 100,000 men per year. Risk could also be expressed in a relative way. In this example the relative risk of dying of lung cancer for moderate smoking (when compared to no smoking at all) would be 100 divided by 10 equals 10 (viz. simply stating that a moderate smoker had a 10 times higher risk of dying of lung cancer in any one year than a non-smoker.
Could you now calculate the attributable risk of lung cancer debts for heavy smoking, and the relative risk for heavy smoking?
Why these different measurements of risk? Some study designs such as case control studies can only provide a measure of relative risk. On the other hand they have the advantage of being cheaper than cohort studies, which give measures of absolute risk.
Consideration of relative risk on its own can be misleading. For example, for the sake of argument, if we said that the relative risk of coronary heart disease in tobacco smokers was two while the relative risk of bladder cancer in tobacco smokers was four what might this imply? It would mean that if you smoked you had twice as high a risk as getting coronary heart disease than if you did not smoke and four times as high a risk of getting bladder cancer than if you did not smoke. It might be misinterpreted to imply that if you smoked your risk of bladder cancer was greater than your risk of coronary heart disease.
From a public health stand point some people might jump to the conclusion that smoking contributes to a greater burden of bladder cancer than it does for coronary heart disease. Of course both these interpretations - as regards the individual or as regards the state of the public health are false. The reason for this is quite simple, the absolute risk of coronary heart disease is much much higher than the absolute risk of bladder cancer. In other words it is much more likely for people to die of heart attacks than to die of bladder cancer if they are non-smokers, and the same is true even if they are smokers.
Risk Factors
There are several classifications, types and definitions of risk factors. One simple approach (although it might ignore many of the terms and definitions found in text books) is the following:
There are those risk factors which were either inherited (genetically) or acquired, but in any case which came before particular exposure to the hazard in question. For example, people who are atopic, i.e. the sort of persons who may have suffered for eczema, dermatitis in childhood, hayfever and asthma may be considered as having a high risk factor, namely their atop, when it comes to considering the likelihood of developing asthma from exposure to say, animals, later on in life.
Smokers may also be at a higher risk of developing say, asbestos related cancer, or some forms of occupational asthma. However whether this is the case because of smoking as antecedent to the later exposure, or concomitant with it is a mood point.
Secondly there are risk factors which are causally related to the likelihood of the adverse health affect. Tobacco has already been mentioned as one possible example.
There are others. Exposure to various agents in the workplace may be causally related to adverse health affects, and therefore these exposures may be deemed as being risk factors causally related to the health effect.
However some risk factors are possibly only surrogates. It may be that residents in a particular city or part of a city is associated with an increased likelihood of say cancer of the bowel. This does not necessarily mean that residents there of itself is a causal factor. It may be that people living in a particular neighbourhood are more likely, for social economic or culture reasons consume a diet that was relatively high in fats and low in fibre.
Perception of Risk
Clearly there are differences in how risks are perceived by scientists such as epidemiologists and others on the one hand and by the lay public on the other hand. Several factors can influence this differential interpretation. These may include:
  • Personal experience of the adverse effect/event. 
  •  
  • Social cultural background and beliefs 
  •  
  • The ability to exercise control over a particular risk 
  • The extent to which information is gained from different sources e.g. from the media and so on. 
  • There are other considerations - for example has been shown that people have a tendency to over estimate very low risk and sometimes to under estimate very high ones.
Tolerability and Acceptability of Risk and what to do about it
Although the scientific community has a very important role to play in measuring risks and in presenting this information in as clear a manner as possible, with appropriate cautions about uncertainty. It is then a responsibility of society as a whole with no particular group having a more privileged position by right, to determine what is tolerable and acceptable based on social, political, cultural and even economic considerations. Clearly there are areas where the risk is so high as to be manifestly unacceptable and others where it is so low as to be negligible. Of course most of the debate is in the grey area in between.
Legislation and attitude and hence behavioural change are important channels for reducing the risk. Many hazards cannot be abolished in the sense that they are completely gotten rid of. Therefore to reduce risk more often than not is a question of reducing exposure. For example in the UK the logic for reducing occupational risks to health is to achieve a situation whereby "exposure should be controlled to a level to which nearly all the population could be exposed day after day, without adverse affects of health".

If you wish, you may find out more about general environmental hazards, or occupational hazards to health in general descriptive terms.

Hazard and Risk Definition